top of page

Catatan Diskusi dengan Dr. Ir. Oswar Mungkasa, MURP.

Materi Inti
Grand Design Jakarta Menuju Kota Layak Anak 2018-2022, disampaikan oleh Dr. Ir. Oswar Muadzin Mungkasa, MURP

Rabu, 06/12/2017 14:00 WIB

Grand Design Jakarta Menuju KLA 2018-2022

 

Visi DKI Jakarta menuju KLA adalah “DKI Jakarta sebagai Center of Excellence Kota Layak Anak”. Visi tersebut juga dimaksudkan sebagai branding agar wilayah lain mencari pembelajaran KLA dari DKI Jakarta. Sementara itu, misi Jakarta menuju Kota Layak Anak digolongkan pada setiap klaster berdasarkan kesesuaian misi dengan topik klaster/indikator KLA.

 

Strategi Jakarta menuju Kota Layak Anak meliputi branding, kampiun, knowledge management, inovasi, dan internalisasi. Knowledge management merupakan proses mencari, menganalisis informasi, dan mendistribusikan dokumentasi pengetahuan dan informasi agar setiap orang dapat belajar dan memahami data pengetahuan yang ada.

Forum Kota Layak Anak menyepakati bahwa setiap tingkatan wilayah (RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten, dan Provinsi) memiliki jumlah indikator layak anak yang berbeda-beda. RW Layak Anak memiliki 11 indikator, Kelurahan Layak Anak memiliki 14 indikator, Kecamatan Layak Anak memiliki 19 indikator, Kabupaten/Kota Layak Anak memiliki 22 indikator, sementara Provinsi Layak Anak memiliki 24 indikator.

Dalam road map Jakarta menuju Kota Layak Anak 2018-2022 di bawah ini, terlihat bagaimana tahapan dalam pencapaian Provinsi DKI Jakarta Layak Anak yang dimulai dari tingkat RW.

Muatan rencana aksi DKI Jakarta dalam pengembangan KLA terdiri dari:

  • Klaster dan indikator masing-masing klaster;

  • Ukuran/target pencapaian masing-masing indikator dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak;

  • Pelaksanaan masing-masing indikator di tingkatan pemerintahan mulai dari tingkat RW hingga tingkat provinsi;

  • Penanggung jawab pencapaian indikator;

  • Lembaga mitra dari penanggung jawab;

  • Peranan masing-masing penanggung jawab dan lembaga mitra dalam pencapaian masing-masing indikator; dan

  • Tahun yang ditargetkan untuk mencapai masing-masing indikator.

Tabel matriks klaster IV di bawah ini merupakan salah satu contoh penyusunan rencana aksi pengembangan KLA di Jakarta.

Beberapa usulan kegiatan di atas terkait dengan pengembangan KLA dari sudut pandang anak-anak yang disampaikan oleh Forum Anak Jakarta.

Please reload

 

 

Sesi Diskusi

 

 

Pengembangan Kota Layak Anak (KLA) penting untuk diterapkan pada setiap wilayah di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sekitar 30% penduduk Indonesia merupakan anak-anak, yang kelak akan menjadi 70% penduduk dewasa (orang tua). Sudah seharusnya hak anak-anak dapat terpenuhi melalui pengembangan kawasan tempat tinggalnya. Dapat dibayangkan apabila tidak terdapat Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), anak-anak akan mengalami rasa jenuh karena tidak adanya ruang bermain dan bersosialiasi. Tidak terpenuhinya hak anak, nantinya akan berdampak pada psikologis anak setelah menjadi orang tua yang dapat menjadikannya orang tua tidak layak anak. Oleh sebab itu, jika 20 tahun ke depan menginginkan terciptanya orang tua yang layak anak, maka hak-hak anak saat ini harus dipenuhi dengan baik, salah satunya melalui penerapan konsep KLA.

 

Salah satu kota di Indonesia yang mengembangkan konsep KLA adalah Jakarta. Bentuk komitmen DKI Jakarta dalam mengimplementasikan KLA adalah melalui penyusunan Grand Design Jakarta Menuju Kota Layak Anak 2018-2022, dengan visi “DKI Jakarta sebagai Center of Excellence Kota Layak Anak”. Dalam mengimplementasikan KLA, dibutuhkan komitmen dari pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait. Adanya pemimpin yang memahami konsep KLA dengan baik, dapat memudahkan dalam kegiatan implementasi. Jika pemimpin belum paham, dapat dilakukan kegiatan forum sosialisasi agar semua pihak memahami konsep KLA dan bersama-sama berkomitmen dalam implementasinya.

 

Terkait dengan pembiayaan, di DKI Jakarta, pembangunan kawasan dan infrastrukur seringkali melibatkan pihak swasta. Hal tersebut dapat dilakukan melalui kerja sama program Corporate Social Responsibility (CSR). Selain itu, kontribusi pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur juga terdapat dalam regulasi atau peraturan, misalnya keharusan menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) saat melakukan pembangunan gedung. Cara lainnya yaitu dengan menciptakan kisah sukses. Jika terdapat satu kegiatan atau program yang sukses, hal tersebut dapat menarik para investor.

 

Pengembangan KLA yang dilihat dari konteks perencanaan kota dapat merujuk pada dokumen perencanaan, seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dari dokumen tersebut dapat terlihat apakah rencana tata ruang suatu wilayah sudah atau belum mendukung pengembangan konsep KLA. Untuk lebih detail, sebaiknya terdapat regulasi khusus dalam pengembangan KLA, seperti misalnya panduan atau pedoman penataan bangunan dan lain sebagainya, yang mendukung KLA.

 

Saat ini, DKI Jakarta tidak memiliki data tentang seberapa layak DKI Jakarta sebagai KLA. Selain RPTRA yang menjadi salah satu fasilitas KLA, juga terdapat fasilitas non-RPTRA, seperti puskesmas layak anak, penyediaan ruang laktasi di perkantoran, dan lain sebagainya. Beberapa gedung perkantoran di DKI Jakarta sudah menyiapkan ruang anak dan ruang laktasi, tetapi tidak semuanya gratis untuk penggunaannya. Belum terdapat regulasi yang mengatur penyediaan ruang laktasi dan ruang anak di gedung perkantoran, saat ini penyediaannya masih bergantung pada permintaan pasar.

 

Dalam penyediaan RPTRA, satu RPTRA melayani 2.500 penduduk sehingga idealnya DKI Jakarta membutuhkan sekitar 4.000 buah RPTRA. Saat ini, DKI Jakarta menargetkan terdapat minimal 1.000 buah RPTRA. Penyediaan RPTRA harus memenuhi indikator-indikator RPTRA yang layak. Penyelenggaraan RTPRA pun perlu direncanakan dengan baik melalui proses lokakarya.

Perpustakaan merupakan salah satu fasilitas yang wajib ada di RPTRA. Adapun fasilitas lainnya yang mendukung kelengkapan RPTRA antara lain pusat layanan kesehatan dan tempat parkir mobil ambulans. Untuk daerah dengan kepadatan tinggi, apabila tidak semua indikator RPTRA dapat terpenuhi karena keterbatasan lahan, hal tersebut dapat didukung dengan adanya sarana prasarana yang sudah ada, seperti sekolah, lapangan, puskesmas, dan lain sebagainya.

Halaman       2     3

bottom of page