UU Kelautan: Kebangkitan Indonesia Menuju Negara Maritim
Pemerintah telah berhasil menancapkan tonggak sejarah dalam pengelolaan laut di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Kelautan menjadi Undang-Undang (UU) pada Sidang Paripurna DPR RI. Untuk pertamakalinya, Indonesia memiliki UU Kelautan setelah 69 tahun merdeka. Hal itu dinilai sebagai langkah maju bangsa Indonesia sekaligus menandai dimulainya kebangkitan Indonesia sebagai bangsa bahari yang kini tengah bercita-cita menjadi Negara Maritim. UU Kelautan ini juga diharapkan dapat menegaskan identitas Indonesia sebagai Negara kepulauan yang berciri
Kamis, 21/4/2015 16:00 WIB
Kamis, 12/3/2015 9:05 WIB
Kamis, 12/3/2015 9:35 WIB
Rabu, 9/10/2013 12:00 WIB
nusantara dan maritim. UU Kelautan menjadi payung hukum untuk mengatur pemanfaatan laut secara komprehensif dan terintegrasi. Kehadiran UU Kelautan semakin mempertegas keterpaduan kebijakan dan peraturan yang ada, sehingga pembangunan berkelanjutan dapat dilaksanakan secara nyata. Sebelum ada UU Kelautan ini, tidak ada peraturan yang bisa dijadikan landasan untuk membuat Tata Ruang Laut Nasional, yang ada hanya baru tata ruang laut (rencana zonasi) hingga 12 mil. Sebagaimana diamanatkan UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 1/2014. Kehadiran undang-undang Kelautan sangat diperlukan agar kebijakan nasional pengelolaan laut terintegrasi, dan undang-undang ini tidak tumpang tindih dengan peraturan yang sudah ada.
Salah satu substansi penting yang disepakati menjadi muatan UU ini adalah penegasan Indonesia sebagai Negara Kepulauan. Dimana menurut Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, selain memiliki laut teritorial, wilayah yurisdiksi, dan kawasan dasar laut, juga mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan potensi maritim di laut lepas. Penegasan ini mengisyaratkan bahwa Indonesia selain akan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya lautnya sendiri, juga akan mulai berkiprah di laut lepas.
UU Kelautan penting bagi bangsa Indonesia karena dua alasan. Pertama, Indonesia merupakan penggagas konsepsi Negera Kepulauan berciri nusantara. Deklarasi Djuanda 1957 adalah tonggak sejarah pertama perjuangan diplomasi menuju pengakuan dunia. Berkat kegigihan dan kecemerlangan para diplomat Indonesia ketika itu, akhirnya dunia mengakui konsepsi tersebut melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut pada tahun 1982. Kemudian kedua, Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia sudah barang tentu mengandung potensi ekonomi, keanekaragaman hayati, dan budaya bahari. Oleh sebab itu keberadaan UU Kelautan ini menjadi sangat urgent bagi bangsa Indonesia. Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, potensi ekonomi kelautan Indonesia diperkirakan mencapai US$ 1,2 triliun per tahun. Potensi ekonomi tersebut dibagi menjadi empat kelompok sumberdaya kelautan. Pertama, sumberdaya alam terbarukan (renewable resources) antara lain perikanan, terumbu karang, mangrove, rumput laut (seaweed) dan padang lamun (seagrass). Kedua, sumberdaya alam tak terbarukan (nonrenewable resources) meliputi minyak, gas bumi, bahan tambang, dan mineral lainnya. Kemudian, energi kelautan berupa energi gelombang (wave power), energi pasang surut (tidal power), energi arus laut (current power), dan energi panas laut (ocean thermal energy conversion/OTEC). "Sedangkan keempat, laut sebagai Environmental Service di antaranya berupa media transportasi, komunikasi, pariwisata, pendidikan, penelitian, pertahanan dan keamanan, pengatur iklim dan sistem penunjang kehidupan lainnya.
Sumber: www.antaranews.com