Revitalisasi Museum untuk Menarik Minat Berkunjung Masyarakat
Stigma museum sebagai gudang kumuh yang tidak menarik untuk dikunjungi merupakan masalah klasik yang perlu diperhatikan dan diperbaiki. Perhatian dan perbaikan yang dimaksud adalah dengan mengubah paradigma museum yang awalnya berorientasi objek diubah menjadi berorientasi publik. Selama ini museum digunakan oleh para peneliti untuk menyimpan benda hasil temuan dan penelitian mereka, namun kurang menyediakan informasi bagi masyarakat. Selain memelihara dan merawat, tugas pemerintah adalah menyampaikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat. Museum Sangiran akan menjadi model bagi pengembangan
Selasa, 12/05/2015 09:40 WIB
Kamis, 12/3/2015 9:05 WIB
Kamis, 12/3/2015 9:35 WIB
Rabu, 9/10/2013 12:00 WIB
museum ke depan. Dari 275 museum yang ada dari Sabang sampai Merauke saat ini, baru 30 museum yang direvitalisasi fisik dan manajemennya. Padahal, ada enam aspek revitalisasi yang harus dilakukan untuk menghidupkan kembali museum-museum di Indonesia. Keenam aspek tersebut adalah, revitalisasi fisik, revitalisasi manajemen yang berkaitan dengan sumber daya manusia dan koleksi, revitalisasi program yang mengajak masyarakat untuk berkunjung, revitalisasi jaringan permuseuman secara nasional dan internasional, revitalisasi kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan, serta revitalisasi pencitraan.
Untuk revitalisasi manajemen, pemerintah pusat telah melakukan pendidikan dan latihan serta bimbingan teknis kepada sumber daya pengelola museum. Diklat diberikan kepada kurator, konservator, preparator, dan edukator. Kurator adalah orang yang menentukan sebuah benda koleksi dan bernilai atau tidak, konservator adalah orang bisa membersihkan benda sesuai dengan sifat kebendaannya, preparator orang yang khusus merancang tata saji museum, edukator adalah orang yang merancang bagaimana mengkomunikasikan kepada masyarakat. Roh museum berada pada koleksi museum, sehingga pihak pengelola benar-benar harus mengerti bagaimana menata koleksi dan museum. Terlebih lagi museum tidak untuk menarik keuntungan. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan museum pun juga menjadi desentralisasi. Pemerintah daerah harus mempunyai anggaran tetap untuk keberlangsungan museum. Dengan adanya pendidikan kebudayaan saat ini, pemerintah daerah diharapkan lebih memahami arti penting museum sebagai sarana mencerdaskan bangsa dan ketahanan budaya lokal. Jika dengan PP Museum dan undang-undang cagar budaya tidak juga menggerakkan pemda untuk memperhatikan museum, sebaiknya pengelolaan museum dikembalikan saja ke pusat.
Sumber: http://www.kemdiknas.go.id