top of page

Dialog Kerakyatan Untuk Kesejahteraan Bersama


Dialog “Wisata Kerakyatan Untuk Kesejahteraan Bersama” salah satu rangkaian dari Sarasehan Nasional Sewindu Desa Wisata dan Satu Dasawarsa BUMDes Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, digelar di Kantor Balaidesa Bleberan, Minggu 1 / 7 Kemarin. Dialog kerakyatan ini menghadirkan warga setempat serta Bupati Kabupaten Gunungkidul, Dinas Pariwisata Provinsi DIY, Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, Forum Komunikasi (Forkom) BUMDes Kabupaten Gunungkidul, (Forkom) Desa Wisata Kabupaten Gunungkidul, (Forkom) Pokdarwis Gunungkidul, GEMPI, PUSPAR UGM dan IRE Yogyakarta. Keterlibatan Housing Research Center (HRC) Caritra menyuguhkan pencapainya dalam mengembangkan desa di beberapa kawasan. Produk-produk yang disuguhkan HRC berupa pelatihan pendamping dan pendampingan penyusunan Masterplan desa kepada pengunjung.

 

Tujuan kegiatan ini mengajak warga desa setempat dan sekitarnya serta stakeholder terkait menggali potensi desa untuk dikembangkan. Dibuka sambutan dari Supraptono selaku Kepala Desa Bleberan. Dilanjutkan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi DIY oleh Bapak Ir. Aris Riyanto. Bupati Kabupaten Gunungkidul yang diwakili oleh drh. Krisna Berlian sekaligus meresmikan pembukaan Sarasehan Nasional Sewindu Desa Wisata dan Satu Dasawarsa BUMDes Bleberan. Tri Harjono sebagai pengelola Desa Wisata Bleberan membahas “Kilas Balik Dinamika Usaha Wisata Bleberan”. Dalam pembukaanya, Tri menjelaskan latar belakang pembentukan BUMDes dan Desa Wisata Bleberan. BUMDes Sejahtera Bleberan dibentuk karena permasalahan kebutuhan air. Untuk mengatasi masalah tersebut, dibentuklah BUMDes pada 2007 dengan membuat unit usaha penyelia Air Bersih. Pada 2010, unit usaha BUMDes mengembangkan inovasi baru bidang wisata Air Terjun Sri Gethuk dan Goa Rancang Kencono membangkitkan kesenian tradisional seperti wayang kulit, tari tradisional dan seni ketoprak. Hingga kini, jumlah kunjungan wisata desa Bleberan mencapai 140.000 orang tiap tahunnya. Dengan tingginya kunjungan wisatawan tersebut, PAD desa mencapai rata-rata 2,2 miliar per-tahun. Untuk itu, keterlibatan masyarakat local sangat dibutuhkan dalam mengelola Desa Wisata Bleberan. “Nantinya akan dikembangkan ke dusun-dusun sebagai dusun penyangga wisata Sri Gethuk, diantaranya Dusun Tanjung sebagai dusun sayuran organik, Dusun Bleberan sebagai pusat homestay, dan Dusun Sawahan sebagai pengembangan lele lahan kering sistem terpal” tegasnya.



Ketua Forum Desa Wisata sekaligus perintis desa wisata, Drs. Bakri, MM. Dalam paparannya “Strategi Penguatan Daya Saing Desa Wisata” menjelaskan, keberhasilan desa wisata bertumpu pada social budaya, sarana dan prasarana desa. Pengelolaan desa wisata tersebut dibawah unit Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Salah satu syarat, menjadi pengelola desa wisata memiliki jiwa entrepenur dikarenakan 70% pengembangannya untuk meningkatkan perekonomian desa dan membentuk jaringan yang luas.



Dialog “Peran Strategis Desa dalam BUMDes dan Pengembangan Wisata” disampaikan Sukamanto, M.Si dari Institute Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta. Dalam paparannya, ia menegaskan masyarakat local harus menjadi subyek meski pengembangan desa mendapat kucuran dana dari investor. Menurutnya Desa mandiri dapat dicapai apabila desa mampu menggerakkan ekonomi lokal berbasis Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) dan BUMDES.



Sementara itu, Yani Setiadiningrat Sekretaris Desa Ponggok mengisahkan “Praktek Terbaik BUMDes Ponggok”. Ia menjelaskan keberhasilan Desa Wisata Ponggok tidak lepas dari RPJMDes sebagai dasar dari implementasi pembangunannya. Menurut Yani, factor terpenting dalam mengembangkan desa adalah memberdayakan masyarakatnya agar bisa mandiri dalam mengelola desa. Langkah inilah yang mengantarkan BUMDes Ponggok menyumbangkan PAD Desa mencapai 4,4 milyar tahun ini.”Empat kunci sukses pengembangan Desa Wisata Ponggok. Yaitu penyusunan tata ruang dan perencanaan wilayah, membentuk BUMDes sebagai sektor penggerak ekonomi dan keuangan masyarakat, meningkatkan sumber daya manusia, dan melibatkan teknologi informasi’ pungkasnya (Dian Pangastuti / HRC).


bottom of page