Transportasi udara memiliki potensi pemanfaatan yang sangat tinggi di Indonesia. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau menjadikan pesawat terbang sebagai sarana transportasi yang paling efisien. Bandara, sebagai pintu masuk ke suatu daerah, menjadi pemicu pengembangan wilayah di sekitarnya. Semakin besar jumlah orang yang datang dan pergi, semakin banyak pula sarana pendukung yang diperlukan. Awalnya hanya pergerakan orang dan barang, kemudian timbul kegiatan transportasi darat, bisnis, hingga permukiman. Bandara yang tadinya hanya merupakan bagian dari sebuah kota, perlahan berubah menjadi kota bandara, yang dikenal sebagai Aerotropolis.
Profil Pembicara
Ir. Muslich Zainal Asikin, M.B.A., M.T. adalah Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia. Beliau merupakan lulusan Magister Sistem dan Teknik Transportasi, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan International Business & International Trade, Pacific Asian Management Institute, University of Hawaii, Amerika Serikat. Beliau aktif sebagai pengurus pada Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Keluarga Alumni UGM,dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, terutama pengembangan jaringan usaha UKM. Selain itu beliau juga aktif sebagai trainer asesor kompetensi Lembaga Sertifikasi Profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat yang kerap mendampingi program-program pemberdayaan masyarakat perdesaan dan perkotaan di bidang perkoperasian, transportasi publik, jaringan ekonomi rakyat, agribisnis, peternakan dan pengembangan kewirausahaan sejak 1975.
Materi Inti
Data PT. Angkasa Pura II menunjukkan bahwa pada tahun 2017, jumlah penumpang pesawat di Bandara Soekarno-Hatta mencapai 63 juta, padahal bandara tersebut hanya direncanakan untuk menampung 50 juta penumpang per tahun. Terdapat 48,5 juta penumpang dengan rute domestik, sementara untuk rute internasional hanya 14,7 juta penumpang. Angka ini menunjukkan tingginya potensi pengembangan bandara yang berorientasi pada penerbangan domestik.
Sementara itu, Bandara Adisutjipto mengalami kenaikan jumlah penumpang sebanyak 8,90% pada tahun 2017. Total penumpang yang memanfaatkan Bandara Adisutjipto pada tahun 2017 adalah 7,8 juta penumpang, padahal bandara tersebut hanya direncanakan untuk menampung 1,2-1,5 juta penumpang dan telah dikembangkan menjadi 2,3 juta penumpang per tahun. Adanya over capacity menyebabkan banyak jadwal penerbangan yang bersamaan sementara landasan pacu (runway) terbatas, sehingga sering terjadi keterlambatan penerbangan.
Aktivitas yang berlangsung di landasan pacu di Indonesia cukup padat, meliputi aktivitas pengisian bahan bakar, pemindahan barang, parkir pesawat, disertai dengan aktivitas perpindahan penumpang dari gedung bandara menuju ke pesawat atau sebaliknya. Penumpang masih dibiarkan berjalan melintasi landasan pacu tanpa adanya pengamanan khusus, padahal hal tersebut membahayakan keselamatan penumpang. Konsep ini sudah mulai ditinggalkan di negara-negara maju.
Aerotropolis adalah kota yang dibangun di sekitar bandara yang menghubungkan suplier, produsen, dan distributor dengan pelanggan atau klien yang berjarak jauh. Kota ini juga menyediakan fasilitas penunjang kota seperti rumah sakit, sekolah, kampus, dan fasilitas lainnya. Konsep kota ini juga mengusung keterhubungan antar tempat, dengan bandara sebagai pusatnya, menggunakan sarana transportasi publik baik bersifat inter maupun intra bandara. Permasalahan kemacetan di sekitar kawasan bandara juga menjadi teratasi dengan adanya sarana transportasi publik yang menjangkau sekitar kawasan tersebut. Dampak dari adanya konsep ini adalah meningkatnya ekonomi di sekitar bandara yang akan menarik para investor dan menimbulkan multiplier effect di bidang jasa perdagangan bagi masyarakat di sekitarnya.
New Yogyakarta International Airport (NYIA) merupakan rancangan bandara baru DIY yang akan dibangun di atas tanah seluas 2000 hektar. Tanah tersebut merupakan bagian dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Temon, Kokap, dan Wates. Proyek ini dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DIY, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo, dan PT Angkasa Pura II. Kawasan bandara ini direncanakan sebagai aerotropolis yang terdiri dari kawasan bandara itu sendiri, airport city yang masih ada dalam delineasi bandara, dan aerotropolis yang berada di luar kawasan tersebut. Fungsi dari aerotropolis tersebut nantinya adalah sebagai areal perdagangan barang dan jasa, serta pendukung operasional bandara secara tidak langsung.
Selain pembangunan bandara, kawasan ini juga akan dilewati oleh jalur kereta api menuju bandara baru NYIA. Konsep jalur kereta api menuju bandara adalah jalur melayang yang terintegrasi dengan stasiun di pusat kota yang kemudian mengarah ke lintas selatan menuju Kulon Progo. Desain jalur kereta dibuat berbelok dari jalur utama menuju ke bandara dengan jarak 1-5 kilometer dari jalur utama. Permasalahan yang kemudian timbul adalah adanya kesulitan dalam pembebasan lahan, baik dengan masyarakat sekitar maupun dengan pemerintah. Masalah pembebasan lahan dengan pemerintah terkait dengan akuisisi lahan milik kesultanan maupun pakualaman. Hal inilah yang kemudian menyebabkan desain dari jalur kereta api dan jalan tol dibuat melayang.
Apabila suatu kawasan dikonsepkan sebagai aerotropolis, masyarakat di kawasan tersebut harus disiapkan, baik dari segi budaya maupun manusianya. Dari segi budaya, masyarakat harus siap menerima perubahan kemajuan dari luar. Aerotropolis harus bisa membawa manfaat dan multiplier effect berupa perkembangan ekonomi kepada seluruh lapisan masyarakat.
Preseden
Schiphol International Airport, Amsterdam
Bandara Internasional Schiphol merupakan salah satu bandara terbesar yang berada di Amsterdam. Bandara ini menggunakan konsep TOD dalam menghubungkan bandara dengan pusat kota yang ada di sekitarnya. Bandara ini langsung terhubung dengan stasiun kereta yang akan menuju ke pusat kota Amsterdam. Tersedia banyak jalur yang menghubungkan bandara dengan pusat kota, sehingga memudahkan mobilitas penumpang.
Penggunaan bus juga masih digunakan sebagai sarana transportasi umum menuju ke tempat yang tidak terjangkau oleh jalur kereta api.
Frankfurt International Airport
Bandara Frankfurt mengembangkan konsep TOD dan Aerotropolis dengan tetap mempertahankan transportasi lama. Frankfurt menggunakan tram sebagai sarana transportasi umum penumpang dari bandara untuk menuju ke pusat kota. Selain itu, terdapat kereta bawah tanah yang menghubungkan bandara dengan kota di sekitarnya.
Berlin International Airport
Berlin memiliki banyak bandara dalam satu wilayah yang masing-masing memiliki jalur penerbangan sendiri, baik domestik maupun internasional. Antar bandara kemudian dihubungkan dengan sarana transportasi publik seperti kereta, MRT, bus, dan lain-lain.
Sesi Diskusi
Konsep city hub antara bandara Adisutjipto (Yogyakarta) dengan Adi Sumarmo (Solo) sebenarnya sudah digagas sejak 10 tahun yang lalu. Apabila ada kereta yang menghubungkan kedua bandara tersebut, hanya diperlukan waktu sekitar 1 jam untuk mencapai masing-masing bandara. Saat ini, bandara Adisutjipto mengalami surplus penumpang, yaitu jumlah penumpang lebih banyak dibandingkan kapasitas yang dapat ditampung, sementara bandara Adi Sumarmo masih mampu menampung lebih banyak penumpang. Idealnya, kapasitas kedua bandara tersebut dapat dioptimalkan secara seimbang, kemudian dibangun city hub, baru membangun bandara baru. Akan tetapi, konsep tersebut belum dapat dilaksanakan hingga saat ini.
Pengembangan Aerotropolis NYIA akan mengundang banyak investor, sehingga perlu strategi khusus agar penduduk lokal tidak termarginalkan dalam pertumbuhan ekonomi kawasan. Penduduk lokal dapat membuka usaha penginapan (homestay) yang sangat potensial untuk dikembangkan di kawasan bandara baru. Selain itu, potensi pertumbuhan berbagai lapangan usaha baru juga akan mendukung peningkatan ekonomi penduduk lokal. Akan tetapi, semua pihak harus ikut berkontribusi dalam edukasi masyarakat, serta menyiapkan proses adaptasi masyarakat terhadap perubahan budaya yang akan terjadi.
Konsep Aerotropolis adalah kota yang dibangun di sekitar bandara. Meskipun demikian, fasilitas-fasilitas kota tersebut tidak harus berdekatan secara fisik dengan bandara. Yang terpenting adalah keterjangkauan secara fungsi. Hotel yang lokasinya agak jauh dengan bandara, namun tamu hotel dapat dengan mudah mengakses kereta menuju bandara, tetap dapat disebut Aerotropolis.
Pembangunan Aerotropolis NYIA sebaiknya dilaksanakan secara bertahap, tidak dengan tergesa-gesa. Jalur transportasi yang menuju bandara perlu direncanakan dengan baik. Peraturan tata ruang pun perlu diterapkan dengan tegas. Jangan sampai terjadi kegagalan, misalnya terjadi kemacetan atau akses yang sulit untuk mencapai bandara.
Pada akhirnya, Aerotropolis dengan konsep TOD menjadi kebutuhan di hampir semua negara. Hal ini dikarenakan ketersediaan lahan yang semakin terbatas, juga perlunya efisiensi di segala bidang.