Permakultur merupakan kata serapan yang disadur dari bahasa Inggris, yaitu Permaculture, sebagai singkatan dari permanent agriculture. Artinya, pertanian dengan tatanan kehidupan yang lestari, terus menerus, dan permanen. Maka dari itu, permakultur memegang erat prinsip keseimbangan dan berkelanjutan.
Permakultur memiliki konsep yang serupa dengan konsep pertanian terpadu dan pertanian organik, namun permakultur memberi penekanan pada desain, perencanaan pertanian dan integrasinya dengan implementasi berupa praktek pertanian. Permakultur berangkat dari pemikiran Bill Mollison “bekerjalah dengan alam, bukan melawannya”. Manusia berperan sebagai desainer untuk kehidupannya sendiri dan memiliki tanggung jawab terhadap masa depannya dan bumi. Prinsip utamanya adalah bertanggung jawab akan eksistensi manusia dan keturunannya, termasuk menjaga keberlangsungan puspa, satwa, dan makhluk hidup lainnya.
Dasar etik dari Permakultur yaitu (1) Peduli akan bumi: bagaimana kita menyediakan semua sistem kehidupan (elemen hidup dan mati) untuk tetap berkelanjutan dan bertambah, (2) Peduli akan manusia: bagaimana kita memperluas akses sumber daya yang diperlukan untuk keberlangsungan hidup manusia, dan (3) Pengaturan batas konsumsi dan populasi: bagaimana kita mengatur seberapa banyak kebutuhan sendiri, sehingga kita bisa menyisihkan sumber daya untuk masa depan. “Apa yang kita ambil, harus kita kembalikan”, dan “alam membutuhkan pengembalian dari apa yang sudah diterima manusia”, menjadi kode etik dalam permakultur, sehingga dalam penerapannya harus memiliki perancangan ekologis yang bisa membangun sistem pemanfaatan energi, baik energi yang masuk maupun yang keluar secara efisien.
Proses desain ekologis untuk mewujudkan permakultur tersebut dapat diterapkan melalui metode dan langkah SADAR (Survey, Analisis, Desain, dan Rencana) dan TREO (Terapkan, Rawat, Evaluasi, dan Oprek). Langkah-langkah yang diterjemahkan secara komprehensif oleh Lumbung Kampung Nuswantara (2014) ini mengidentifikasi apa yang diperlukan, apa yang menjadi prioritas dan mendesak, kapan waktu pelaksanaannya, di mana lokasi yang tepat, dan bagaimana prosesnya.
Permakultur sebagai sebuah manifestasi kegiatan berkebun dalam komunitas, berdasarkan pada pemanfaatan lahan umum, akan memberikan efek dalam tingkat kohesi dalam masyarakat, seperti membangun semangat gotong royong dan kepemilikan bersama. Namun, jumlah lahan yang dimiliki bukan lagi menjadi masalah dan batasan bagi orang yang ingin mencoba permakultur secara mandiri, karena masih banyak cara yang dapat digunakan untuk memperluas bidang tanam, seperti melalui teknik taman vertikal maupun akuaponik. Media penanaman alternatif masih bisa dilakukan dengan memanfaatkan dinding, pagar, dan atap bangunan, sehingga tidak selalu membutuhkan hamparan yang luas dalam mewujudkan permakultur.