Kapasitas Adaptasi Masyarakat terhadap Bencana Banjir sebagai dampak dari Perubahan Iklim
HRC kembali mengadakan public lecture dengan tema “Kapasitas Adaptasi Masyarakat terhadap Bencana Banjir sebagai Dampak dari Perubahan Iklim”, hari Selasa, 22 September 2016 . Pembicara public lecture kali ini adalah Rifka Sibarani, peneliti HRC.
Lokasi penelitian yaitu Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Senin, 26/09/2016 08:00 WIB
Tidak ada konten untuk ditampilkan.
Daerah Baleendah ini sangat terkenal, karena sering terjadi bencana banjir. Daerah Baleendah dulu terjadi banjir 5 tahun sekali tetapi sekarang hampir 1 tahun 2 sampai 3 kali terjadi bencana banjir karena daerah ini terletak di dataran yang rendah. Banyak warga yang tinggal di daerah tersebut karena harga tanah sangat murah. Sosial dan ekonomi di sana rata-rata pekerja buruh atau pekerja serabutan karena di daerah tersebut banyak pabrik tekstil. Daerah Baleendah terdapat pertemuan antara 3 sungai, sungai terbesar yaitu sungai Citarum.
Kapasitas adapatasi masyarakat terhadap bencana banjir sebagai dampak dari perubahan iklim ini kita harus tahu dulu, di Indonesia ini separah apa kerentanan akibat perubahan iklim. Dilihat pada skala Asia Tenggara, Jawa Barat hampir sama dengan Filiphina. Daerah Baleendah terjadi bencana banjir pada bulan Maret tahun 2016 ini hampir 3 meter. Dilihat pada Management lahan dan sungai masih sangat buruk baik dari level masyarakat maupun Pemerintah. Terjadi bencana banjir di Baleendah yaitu masalah sampah dan ada satu aspek lain yaitu perubahan iklim, hujan semakin intens ketika kering Pemerintah disana belum bisa beradabtasi bagaimana mengatasi bencana banjir ketika masa kering semakin panjang, mereka bukannya membersihkan sampah tkarena mereka belum bisa prediksi kapan hujan dan kering. Ketika musim hujan baru mereka membersihkan sampah tersebut. Kapasitas dari segi kesiapan ekonomi, pengetahuan, teknologi dan infrastruktur. Dilihat pada kondisi awal Management lingkungan sangat jelek. Di Bandung Utara bukannya membuat penghijauan tetapi membangun hotel.
Salah satu contoh bagaimana menilai kesiapan masyarakat akan terjadi bencana. Dapat dilihat pada faktor-faktor kesiapan masyarakata yaitu:
-
Apakah masyarakat sudah mempunyai asuransi properti.
-
Apakah masyarakat sudah mempunyai asuransi hidup
-
Apakah ada tempat-tempat alternatif untuk evakuasi
-
Apakah ada training atau simulasi
-
Apakah baik dari masyarakat maupun pemerintah sudah ada pembagian tugas yang jelas ketika terjadi bencana.
-
Bagaimana rencana evakuasi, apakah sudah detail dan benar-benar holistik. Jadi masyarakat tahu rencana benar sehingga tidak satu arah saja dengan pemerintah jadi masyarakat bisa memberikan masukan dalam perencanaannya.
Jika terjadi bencana rumah tersebut terkena air dan lumpur sampai diatas atap-atap rumah. banyak rumah kosong yang ditinggalin warga jika terjadi bencana banjir.Kesiap-siapsiagaan ketika banjir masih sederahana sekali, yang tahu evakuasi rencana tersebut hanya kepala keluarga (laki-laki saja), kalau ibu tidak tahu evakuasinya. Karena pembagian informasi hanya kepadakepala keluarga (laki-laki saja). Sebagai bentuk adabtasi bencana mereka membangun rumah 2 lantai, untuk mengatasi ketika terjadi bencana, di lantai 1 tidak ada apa hanya untuk buat parkiran. Salah satu bentuk upaya adaptasi, mereka berusaha mengolah lahan kosong menjadi pertanian tetapi memang susah karena tanah yang bercampur dengan sampah tidak bisa langsung di tanami, jadi mereka harus membersihkan sampah tersebut. Tanaman yang ditanami yaitu sayur sawi baby, jagung dan bambu.
Kebijakan kebencanaan di Baleendah itu memakai sirene, tetapi sirene di Baleendah rusak jadi mereka memakai faceebook, yang memegang atau membagi informasi jika terjadi bencana via facebook adalah Pak Bambang Suprianto.
Dari hasil penelitian Masih ada cela-cela bagaimana masyarakat beradaptasi pada banjir salah satunya Early Waining Sistem (EWS) mereka tidak jalan dengan baik, jalur evakuasi mereka salah karena jalur evakuasi yang dibuat pemerintah malah menuju daerah banjir. Mereka merasa masukan kepada Pemerintah tidak pernah diterima. Koordinasi antara warga dengan pemerintah masih kurang.
Kebijakan perubahan iklim di Indonesia sangat kurang sekali melihat pada pengurangan resiko bencana akibat perubahan iklim.