top of page
Berbagi dan Belajar di Dusun Serut bersama GMB

“Youth Adventure (YA) & Youth Leaders Forum (YLF) 2016” diadakan oleh Gerakan Mari Berbagi (GMB). Acara kunjungan ke Dusun Serut yang merupakan bagian dari rangkaian panjang kegiatan YA & YL yang diadakan dari Agustus hingga September 2016, diikuti oleh 50 anak muda terseleksi yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.

 

Jum'at, 26/08/2016 17:00 WIB

Tidak ada konten untuk ditampilkan.

 

Apa itu Gerakan Mari berbagi?

 

Gerakan Mari Berbagi (GMB) adalah gerakan moral untuk mengajak, mendorong dan memberi terhadap tantangan dan persoalan yang ada. GMB dimaksudkan untuk mendorong dan mengarusutamakan sikap mental dan perilaku memberi dan berbagi. GMB bertujuan untuk memunculkan generasi muda berbakat di seluruh Nusantara. Perbedaan GMB dengan organisasi pemuda yang lainnya ada pada nilai yang ditanamkan, yaitu berbagi dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 “I share therefore I am. Saya menjadi seperti sekarang karena saya berbagi”-

Azwar Hasan,

Inisiator Gerakan Mari Berbagi

 

 

GMB memiliki 4 (empat) nilai pokok (core values), yakni:

  • Hidup Melampaui Kemampuan Diri Sendiri (Living Beyond Yourself)

  • Berbagi dalam Perbedaan (Sharing in Diversity)

  • Kesukarelawan (Voluntarism)

  • Mulailah dari Diri Sendiri (Start From Yourself)

 

 

 

Siapa saja yang mengikuti “Youth Adventure (YA) & Youth Leaders (YL) Forum 2016?

Tahun 2016 ini, GMB menyeleksi 600 pemuda berbakat se-Indonesia untuk dipilih 50 peserta terbaik, dengan beberapa tes seperti Bahasa Indonesia, afirmasi, FGD, tes kesehatan dan beberapa tes pendukung lainnya. Selain 50 anak muda yang berbakat dari seluruh Indonesia, tahun ini GMB mengundang tiga anak muda dari Jepang, untuk mengikuti rangkaian acara Gerakan Mari Berbagi. Para peserta berasal dari beragam latar belakang yang berbeda yang ahli di bidangnya, mulai dari Ketua AIESEC hingga manajer regional INDOSAT. Bukan hanya pemuda Indonesia, teman-teman dari Jepang juga sebelumnya pernah melakukan kegiatan magang di beberapa tempat di Yogyakarta, seperti Yayasan Sayap Ibu dan Habitat for Humanity, mereka mengajar bahasa asing untuk anak-anak pinggiran Kali Code bersma dengan Stitching Jogja, sebuah LSM Belanda yang berlokasi di daerah Prawirotaman dengan misi memberikan pelatihan bahasa Inggris gratis bagi anak-anak.

 

 

“Kami tidak membutuhkan orang yang perfect, yang kami butuhkan adalah orang yang respect, menghormati sesama”

-Ozil, Ketua panitia YA&YLF 2016

 

 

Apa saja kegiatan Forum YA& YL di Dusun Serut?

 

Kegiatan forum YA & YL ini bertujuan untuk menyebarkan semangat berbagi, berbuat dan berkonstribusi dalam kehidupan sehari-hari. Tahun 2015, program ini dilakukan di Semarang, dan tahun ini, Dusun Serut di kabupaten Bantul D.I Yogyakarta dipilih sebagai lokasi acara karena dianggap sesuai sebagai tempat meleburnya  anak muda terbaik dari Aceh hingga Papua.

Youth Adventure (YA) adalah sebuah perjalanan yang harus dilewati oleh peserta terpilih yang bertujuan mengenal diri sendiri melalui sebuah perjalanan darat antarkota di Indonesia. Peserta dibagi dalam kelompok kecil yang berasal dari latar belakang berbeda. Selama perjalanan peserta akan merasakan langsung pengalaman bagaimana menjadi ‘tangan di bawah’ atau disebut Ziarah Survivor, bagaimana membina hubungan sosial dalam kelompok dan dengan masyarakat yang akan disinggahi dan meminta bantuan mereka untuk melewati berbagai tantangan selama perjalanan dan sukses sampai Youth Leaders Forum (YLF) di Jakarta.

Peserta juga diwajibkan melakukan aktivitas berbagi yang disebut merasakan ‘tangan di atas’ atau disebut juga Ziarah Penderma di salah satu kota yang dilewati selama perjalanan. Perjalanan yang memakan waktu sekitar dua hari dan dua malam ini dimaksudkan untuk mengenal diri sendiri lebih dalam, mengenal orang lain, mengenal lingkungan sehingga dapat menjadi calon pemimpin yang lebih peka sosial, peka sumber daya terbatas, peka resiko, peka target dan tujuan dari setiap tindakan dan keputusan dalam kehidupannya.

Selama berada di Serut, mereka diwajibkan untuk bertahan hidup dengan sumberdaya terbatas dengan terlebih dahulu membuat kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari tiga orang. Untuk menciptakan hubungan yang baik dengan warga Dusun Serut, setiap kelompok akan bertempat tinggal di salah satu rumah warga dan menjadikannya rumah tinggal untuk tiga hari dua malam. Bukan hanya itu, warga Dusun yang rumahnya mereka tinggali akan menjadi orang tua angkat mereka dan sebaliknya, mereka akan menjadi anak angkat dari warga yang mereka tumpangi. Hal ini dilakukan untuk menciptakan sebuah ikatan emosional sehingga setelah mereka selesai menjalani program di Dusun Serut, mereka tidak akan melupakannya begitu saja. GMB juga menganjurkan agar antara warga Dusun Serut dan pemuda GMB untuk tetap berkomunikasi walaupun para peserta sudah pulang ke rumah masing-masing.

 

 

 

“Kami belajar banyak hal di Dusun Serut yang mana akumulasinya adalah belajar sosial masyarakat, tentang bagaimana harmonisnya warga Dusun ini. Tiga hari tidak cukup bagi kami untuk mengeksplor Dusun Serut. Tapi setidaknya ada embrio atau pemantik yang muncul. Dan pemantik itulah yang diharapkan ada lesson learned yang bisa diambil dan ketika kami kembali ke daerah masing-masing ada pelajaran yang bisa diterapkan.”

 -Ozil, Ketua panitia YA&YLF 2016

 

 

 

Selain belajar menjadi bagian dari Dusun Serut, peserta  juga diberikan kesempatan oleh bapak Kepala Dukuh dan Karang Taruna Dusun Serut untuk belajar bagaimana membuat pupuk, bagaimana cara beternak ayam petelur dan bagaimana cara mengelola ikan. Setelah melakukan Youth Adventure di Dusun Serut, peserta kegiatan melanjutkan perjalanan ke Kota Jakarta. Perjalanan menuju Kota Jakarta akan tidak mudah dan menuai banyak cerita karena setiap peserta hanya akan dibekali Rp100.000 untuk biaya makan dan transportasi. Selama perjalanan, mereka akan singgah di dua kota, kota pertama disebut “Kota tangan di bawah” dimana masing-masing peserta dikondisikan untuk tidak melakukan apapun untuk mencari uang kecuali mengemis untuk dapat bertahan hidup. Kota kedua adalah “Kota tangan di atas” dimana masing-masing peserta akan menggunakan apa yang mereka hasilkan di kota pertama untuk dibagikan kepada masyarakat di kota kedua.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kegiatan masak bersama peserta GMB di Dusun Serut pada 30 Agustus 2016

 

 

 

Apa Pendapat peserta tentang Dusun Serut?

 

 

 

 

 

 

 

 

Akhwan Gauzil Amin, Ketua  Acara YA&YLF

 

Ikhwan Gauzil Amin atau yang biasa dipanggil Ozil mampu mengungkapkan kesan pertamanya tentang Dusun Serut sewaktu ditemui tim HRC pada 26 Agustus. Pemuda berusia 22 tahun ini mengaku sudah mempersiapkan acara ini dua bulan sebelumya bersama lima orang panitia inti lainnya. Walaupun sama-sama tinggal di desa, namun seiring semakin seringnya Ozil bolak-balik Dusun Serut,  pemuda asal Lombok mengaku semakin kagum dengan masyarakatnya yang ramah, harmonis dan sangat bersinergis. Masyarakat Dusun Serut dinilai sangat sinergis karena pada saat Ozil dan tim panitia mencoba mengundang pemuda karangtaruna Dusun Serut, mereka tidak dapat memenuhinya, bukan karena enggan, namun karena banyaknya jadwal yang harus mereka lakukan seperti training komputer dan lain-lain.

 

“First Impression setelah saya datang ke sini adalah kagum, masyarakatnya ramah dan sangat sinergis. Kenapa? Karena hampir setiap malam ada acara. Setiap kita mengundang, selalu saja ada yang tidak hadir. Bukan karena masyarakat enggan, tapi memang acaranya sangat padat. Pak Dukuh kelihatannya tidak melakukan apa-apa, namun beliau telepon sana telepon sini. Hal ini yang membuat saya dan tim inti kagum dan salut. Satu kata yang mewakili saya pribadi tentang Dusun Serut adalah sinergis”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Miku Fujiwara, peserta  YA&YLF dari Jepang

 

Tidak jauh berbeda dengan Ozil, Miku mengaku bahwa warga Desa Serut sangat ramah dan menarik. Miku (22) menceritakan ke Dusun Serut adalah untuk berbagi. Sebelumnya, ketika Jepang dilanda bencana tsunami, Miku datang ke lokasi bencana di Jepang untuk membersihkan sampah.

 

Mengetahui keberadaannya tidak terlalu membantu, Miku kemudian melanjutkan perjalanan ke Bangladesh untuk membantu pembangunan rumah. Di Bangladesh, Miku merasa pekerjaannya dapat dikerjakan oleh siapapun karena dia hanya bertugas untuk mengantarkan semen, sehingga Miku memutuskan untuk mencari kegiatan sosial yang lebih menantang.

Sampailah Miku di Kota Yogyakarta, tepatnya di Yayasan Sayap Ibu untuk membantu anak-anak penyandang disabilitas. Disini, Miku membantu mengumpulkan pendanaan dan dana sebesar 6juta rupiah telah berhasil diperoleh  oleh Miku dengan berbagai usaha. Selain itu Miku juga mengajari anak-anak di Kricak Kidul berbahasa inggris. Mengetahui keberadaannya ternyata sangat dibutuhkan oleh masyarakat lokal, Miku ingin meningkatkan kemampuannya sosialnya di Indonesia. Dibantu oleh Ozil dan Rangga, Miku resmi bergabung dengan GMB pada bulan Agustus 2016.

Kesan pertama pemudi asal Kyoto ini tentang Dusun Serut adalah sangat menarik dengan warga dusun yang sangat ramah. Pendapat ini disampaikannya dengan membandingkan kondisi Jepang yang sudah sangat canggih dengan kondisi sosial yang terdegradasi. Miku berpendapat, teknologi yang sangat maju di Jepang membuat masyarakat mudah melakukan segala sesuatu sehingga apabila dilanda bencana, masyarakat Jepang tidak dapat melakukan apapun; hal ini berbeda di Indonesia, mereka sudah terbiasa bertahan hidup dengan sumberdaya terbatas sehingga apabila ada bencana, mereka dapat bertahan.

 

 

 

“Serut village is interesting and comfortable.  People are so friendly. Japanese is already developed, dimanapun ada AC, you can go everywhere with Taxi, we cook with electronic. You don’t need fire. But if there is disaster, Japanese can’t do anything. But in Indonesia, people cook with fire, and Indonesians can just go climbing mountain, not like Japanese.”-Miku Fujiwara

bottom of page